Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis mengenai revolusi industri 4.0
semenjak mulai ramai diperbincangkan pada 2018 lalu, namun karena kesibukan
kuliah akhirnya saya mengurungkan niat untuk membuat artikel ini pada waktu
itu.
Kita kembali ke ribuan tahun lalu, sekitar 100.000 tahun sebelum masehi. Jika saat ini kamu memiliki gadget sebagai salah satu survival kits, maka di zaman batu dahulu yang di miliki adalah gadget-gadget multi fungsi yang di buat dari batu. Gadget dari batu ini bisa digunakan untuk membuat makanan, atau bisa juga digunakan untuk sarana pertahanan diri. Karena di zaman ini, pilihan hanya ada dua, yaitu makan atau di makan. Intinya ini adalah era society 1.0 (berburu dan meramu). Era di mana masyarakat masih tergolong primitif dan hidup berpindah-pindah tempat untuk mencari makanan dan tempat tinggal. Maju ke zaman perunggu, sekitar 10.000 tahun sebelum masehi, di mana bangsa Sumeria mampu menemukan cara yang lebih efektif untuk membuat gadget dengan cara melebur perunggu. Dengan penemuan perunggu ini, banyak sekali gadget-gadget baru yang dibuat. Inilah era society 2.0 (pertanian). Pada era ini, kondisi sosial masyarakat sudah berkembang pesat dan semakin pintar dan mulai bisa bercocok tanam serta tinggal menetap. Era perunggu berlangsung cukup lama sampai ditemukan mesin uap pada tahun 1800-an yang memicu revolusi industri 1.0 (tenaga uap), di mana efisiensi pekerjaan semakin baik berkali-kali lipat karena adanya mesin. Hal ini juga membuat kondisi sosial masyarakat berkembang sangat pesat. Ketika sebelumnya semua orang bertani dan bercocok tanam, maka pada era ini masyarakat mulai beralih ke industri dan dimulai era society 3.0 (manufaktur). Dua era yang berlangsung secara bersamaan ini membuat paradigma masyarakat berubah drastis dan mencapai tahap keemasan. Hingga pada awal tahun 1900-an dengan ditemukannya tenaga listrik, yang akhirnya membuat efisiensi pekerjaan menjadi lebih mudah dan maju sehingga memicu munculnya revolusi industri 2.0 (tenaga listrik). Sejak ditemukannya listrik, maka tidak butuh waktu lama untuk berpindah ke revolusi industri 3.0 (komputer), karena diciptakannya komputer yang semakin popular pada tahun 1970-an. Sejak saat itu peradaban manusia berubah sangat drastis dan mulai di digitalisasi, sehingga menjadi jauh lebih efisien dari era-era sebelumnya. Dengan adanya komputer dan automasi mesin, maka berubah pula gaya hidup manusia pada era 1980 – 1990-an yang akhirnya melahirkan society 4.0 (informatika). Masa di mana manusia mulai bergantung pada teknologi informasi dalam berbagai jenis aspek kehidupan.
Ini adalah era transisi di mana teknologi akan mulai mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia. Di mana peran listrik dan mesin pada revolusi industri 2.0 sudah menggantikan otot manusia. Komputer dan automasi pada era revolusi industri 3.0 sudah mulai mengambil alih pekerjaan otak kiri kita (berperan dalam proses berpikir logika dan dalam berbahasa), dan kemungkinan besar peran artificial intelligence juga akan mengambil alih pekerjaan otak kanan kita (intuitif dan visual). Namun, hal ini masih belum seberapa, karena sebentar lagi era robotik akan semakin berkembang lebih jauh lagi untuk menggantikan pekerjaan professional. Menurut data International Federation of Robotic (IFR), hanya dalam 2013 sampai 2017 terdapat peningkatan produksi jumlah robot pekerja hingga 114% menjadi sebanyak 381.335 robot di seluruh dunia. Angka ini diprediksi mulai 2018 hingga 2021 akan kembali mengalami peningkatan lebih dari 100% lagi hingga mencapai 630.000-an robot. Hal ini tidak lepas dari semakin murahnya harga produksi robot seiring perkembangan zaman. Jika dahulu per unit robot membutuhkan biaya produksi hingga $25.000, maka saat ini salah satu firma dari Taiwan yang bernama Delta mampu membuat robot dengan biaya hanya $10.000 saja.
Kemudian, pekerjaan kurir yang nantinya akan digantikan oleh drone robotic yang mana saat ini sudah dimulai. Pelayan, khususnya di tempat-tempat cepat saji, dimana saat ini Jepang sudah mulai menerapkan hal ini. Kemungkinan juga di masa depan nanti, tenaga yang benar-benar professional saja yang dipakai untuk menjadi pelayan di restoran mewah saja. Nantinya tenaga kerja professional manusia semakin dianggap prestige ketika robotik sudah semakin sempurna dan murah.
Critical thinking Yaitu kemampuan untuk berpikir kritis dan analisis, maupun problem solving. Dimana membutuhkan sebuah inisiatif tinggi yang hanya bisa dipikirkan oleh daya imajinatif dan kreasi manusia. Misalnya programmer, analis atau politikus. Collaboration Yaitu kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja sama saling bersinergi untuk sebuah kepentingan, termasuk manajemen manusia. Misalnya manager, HRD, dan pimpinan. Communication Yaitu kemampuan untuk berkomunikasi yang mampu mengedepankan sisi emosional dan empati. Sesuatu yang tidak mudah digantikan oleh sebuah program dan robot dalam waktu dekat. Misalnya sales marketing, public relation, atau pengacara. Creativity Yaitu kemampuan daya cipta kreasi manusia dan imajinasi. Inilah yang membuat manusia unik dan berbeda. Misalnya entrepreneur, konten kreator, atau musisi. Setidaknya empat hal ini masih relevan untuk bertahan di era komputerisasi digital dan automatisasi hingga menyongsong revolusi industri selanjutnya. Namun, sebagian besar pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan otot, perhitungan pasti, maupun pekerjaan yang bersifat repetitive, sepenuhnya akan segera digantikan oleh sistem dan mesin. Saya tidak sedang membicarakan angan-angan 100 tahun kedepan. Era ini akan datang lebih awal, yaitu di revolusi industri selanjutnya yang mungkin akan di mulai pada era 2030-an (robotik), di mana kita masih dalam proses kemapanan. Karena apa?, karena robotik juga masih sebuah permulaan dari peradaban selanjutnya, karena yang paling mengerikan nanti adalah Artificial Intelligence. Saat ini sudah banyak AI yang disebar di masyarakat, beberapa diantaranya adalah Siri di iPhone, Google Assistant di Android, Cortana di Microsoft, Bixby di Samsung, Alexa di Motorola, dan MI AI di Xiaomi.
Saya akan memberikan beberapa analogi mengenai seberapa mengerikannya super AI ini nanti, yang kemungkinan besar akan segera diwujudkan. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (2019) mendefinisikan Artificial Intelligence sebagai “kemampuan sistem untuk menafsirkan data eksternal dengan benar, untuk belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut guna mencapai tujuan dan tugas tertentu melalui adaptasi yang fleksibel”. Ketika AI mencapat tahap tertentu, manusia hanya perlu memasukan seluruh data lengkap mengenai ilmu pengetahuan yang ada dalam kehidupan ini kedalam sebuah AI. Khususnya masa dimana manusia berhasil mendekode berbagai hal di tubuh manusia seperti DNA, gen, dan sistem syaraf. Begitu juga dengan semua ilmu pengetahuan yang telah ditemukan seperti rumus matematika, fisika, kimia, maupun biologi. Maka bukan tidak mungkin berkat AI, obat kanker maupun HIV AIDS akan ditemukan dalam hitungan menit, bahkan detik saja. Otak manusia hanya mampu berkonsentrasi dalam batasan waktu, setelah itu mereka perlu melakukan riset secara fisik yang membutuhkan ribuan kali percobaan. Namun kecepatan super komputer dari sebuah AI di masa depan akan memproses data dengan luar biasa cepat. AI mampu memproses dan mensimulasikan jutaan kemungkinan tugas dan percobaan yang bersamaan di detik yang sama, yang artinya akan sangat menghemat segala waktu, biaya, maupun pikiran dengan luar biasa signifikan dan tidak pernah terpikirkan. Salah satu contohnya adalah seperti yang ditampilkan dalam beberapa film science-fiction seperti di film Avenger yang dilakukan oleh Tony Stark, dimana untuk menemukan rumus baru yang belum pernah ada, Tony Stark cukup memberikan beberapa perintah tertentu dan semua kemungkinan akan diterjemahkan langsung oleh AI tersebut.
Setelah hal-hal tersebut, skenario yang akan terjadi adalah mulainya era society 5.0 (AI, humanism robot), dimana cloud, AI, big data dan robot mulai merajalela. Big data akan memulai tingkatan yang sangat berbeda dibanding saat ini. Di mana nantinya saat kita online ke dalam dunia digital, semua orang tidak lagi anonim dan akan teridentifikasi. Tidak hanya itu, big data akan memegang seluruh kisah hidup. Mengingat internet sudah menjadi kebutuhan primer kita saat ini setiap hari, jam, menit, bahkan detik. Tahukah kamu jika data kita yang sudah masuk ke dalam internet itu sifatnya permanen. Saat kita login, dengan atau tanpa akun, big data akan terus mencatat seluruh aktivitas kita di dunia maya, apapun yang kita tonton, apa yang sering kita cari, dan apa yang pernah kita upload di dalamnya, semua itu bersifat permanen dan tidak akan bisa di hapus. Hal ini akan tetap berlaku hingga di masa depan nanti.
Bisa dibayangkan jika pemerintah punya kendali untuk menonaktifkan kita dari semua fasilitas digital yang nantinya akan terkoneksi dan sinergi, akan jadi seperti apa orang tersebut nantinya. Di masa depan ketika para ilmuwan kita berhasil mendekode genetika maupun sistem syaraf neuron, kita akan melihat berbagai macam penyakit akan bisa disembuhkan, begitu juga dengan regenerasi sel yang mampu menghindari penuaan maupun menyembuhkan luka dengan cepat. Karena saat ini sudah dikembangkan sebuah nanorobotics, di mana robot berukuran mikro ini akan mampu bekerja di bawah jaringan kulit untuk melakukan seluruh urusannya. Begitu juga dengan organ-organ buatan yang dinamakan Xenotransplantation, di mana kita akan segera memproduksi organ-organ seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal buatan yang diproduksi dari seekor babi. Mengapa babi? Karena kenyataan pahitnya, hewan yang dianggap haram oleh sebagian agama ini ternyata memiliki kode genetika yang luar biasa mirip dengan manusia, jauh melebihi hewan-hewan lain yang ada di bumi ini, ironis kan?.
Komputer akan berubah menjadi sebuah AI saja yang terkoneksi dengan hamper seluruh benda, dan bentuk smartphone sudah berevolusi menjadi gadget yang berada di mana-mana. Contohnya Google Glass masa depan nanti akan merecord semua yang kita lihat 24 jam nonstop, dan semua data tersebut otomatis terkirim ke jaringan cloud secara realtime. Kamera yang memiliki kemampuan face recognition yang berada di setiap sudut akan dengan mudah mencocokkannya dengan database seluruh manusia. Contohnya saja Republik Rakyat Tiongkok yang mulai menerapkan hal ini di beberapa kota besar. Ya, tapi sisi baiknya tingkat kejahatan akan berkurang drastis.
Lebih jauh lagi, jika seluruh jaringan ini dikuasai oleh sebuah otoritas tunggal yang menjalankan sebuah sistemnya secara global, mungkin nantinya dunia ini hanya akan punya satu jenis mata uang digital saja. Atas dasar digitalisasi yang begitu masif dan sangat terbuka ini tentunya dunia akan punya kelemahan baru berikutnya, yaitu keamanan cyber atau yang biasa kita lihat sebagai serangan cyber atau cyber attack di masa depan. Karena seluruh infrastruktur dan fasilitas akan digerakkan secara digital sehingga perang intelektual adalah perang berikutnya. Jangan heran jika di masa depan nanti, seorang ahli jaringan cyber security akan menjadi idola baru bagi bangsa, misalnya karena berhasil menghalau serangan cyber yang berniat menghancurkan infrastruktur jaringan sebuah negara. Contohnya adalah seperti dalam film The Matrix, jagoan-jagoan seperti ini nantinya akan sangat dibutuhkan dan muncul di masa depan, bukan sebagai hiburan, namun sebagai kebutuhan yang sangat mendesak di masa depan ketika dunia sudah dikuasai oleh AI dan robot. Karena kemampuan berpikir analisis, kritis, dan kreatif sangat sulit dilawan oleh sebuah AI. Era di mana inteligensi akan menjadi strata sosial baru di masyarakat. Mungkin nanti derajat manusia akan diukur dari seberapa tinggi SDM dan inteligensinya, dan seberapa penting dirinya dalam menjalankan suatu sistem di dunia ini nanti. Pandangan mengenai ras, agama, dan warna kulit nantinya akan dianggap sebagai pandangan primitif dan dianggap sebagai angin lalu saja, karena semua akan bergerak dalam efisiensi dan kecepatan yang luar biasa.
Sampai tahap ini, manusia akan berevolusi menjadi manusia jenis baru lagi. Jika saat ini kita dikategorikan sebagai Homo Sapiens, maka nanti akan ada Homo Deus menurut pandangan Harari, dimana manusia masa depan nanti akan mampu memaksimalkan kinerja otaknya hingga berkali-kali lipat. Namun ironisnya, ketika inteligensi bekerja semakin dominan, akan berdampak pada sisi emosional yang semakin berkurang. Sederhananya semakin banyak tahu dan pintar seseorang, akan membuatnya semakin sulit mendapatkan sebuah spontanitas, karena semuanya terukur. Ketika sebuah spontanitas itu menjadi semakin kecil, semakin sulit juga orang tersebut menikmati sebuah kebahagiaan. Analoginya seperti anak kecil. Ketika kecil kita bertindak sangat spontan dan semua hal baru itu rasanya menyenangkan, namun semakin beranjak dewasa dan kita mengerti berbagai hal, maka semuanya mulai terasa hambar dan biasa-biasa saja. Ironis bukan. Manusia berevolusi agar menjadi semakin efisien, dan evolusi itu membuat kita semakin mirip dengan sebuah robot yang kita ciptakan. Untungnya manusia masih mempunyai emosi untuk menyeimbangkan mimpi buruk tersebut, sehingga kita bisa merasakan sebuah cinta dan kasih sayang yang mungkin sebuah robot terpintar di masa depan yang dirancang untuk menemani bahkan berhubungan intim akan sulit memahami esensinya, karena memahami dan merasakan itu berbeda. “Itulah hadiah terbesar Tuhan kepada kita, namun itu juga lah yang tidak bisa Tuhan paksakan kepada kita. Sebuah kehendak bebas untuk mengasihi penciptanya, dan mungkin ketulusan kasih yang tanpa paksaan kepada sang pencipta, bagi Dia adalah sesuatu yang lebih hebat dibandingkan dengan alam semesta ini sendiri.” Karena alam semesta beserta hukumnya ini sendiri terlalu mudah untuk Dia ciptakan, tapi sebuah ketulusan tidak dapat dipaksakan. Karena tidak ada yang lebih menyedihkan dibanding seorang manusia yang menciptakan sebuah robot yang di dalamnya di program untuk “wajib mencintai penciptanya”, yang akhirnya bertentangan dengan konsep dari cinta itu sendiri. Maju lagi jauh kedepan, kondisi ini akan membawa kita ke era baru peradaban yang mungkin saja membawa kita ke era society 6.0 (automasi), sekaligus ke revolusi industri 6.0, di mana berkat bantuan super AI, kita kan mampu memanipulasi energi alternatif dan tidak lagi bergantung pada sumber daya alam yang semakin menipis dan tidak mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia yang akan terus bertambah menjadi 9 miliar jiwa pada tahun 2070-an. Sebuah kota yang fully automatic di kontrol oleh super komputer dan AI di setiap sudut kota. Semua dikerjakan secara otomatis dan efisien oleh sistem robotic multi fungsi, mulai dari produksi, transportasi, database, bahkan penyediaan bahan pangan mulai dari menanam, menuai, memproduksi, mendistribusikan, memasak sesuai keinginan manusia, bahkan mungkin menyuapkan ke setiap mulut manusia. Mungkin saja nanti gempa dan bencana alam lain akan terukur dengan sangat pasti dan terantisipasi dengan tepat. Setepat mengukur suhu udara, arah angin, maupun cuaca. Karena sejatinya bencana alam secara alamiah adalah siklus alami alam agar tetap harmonis.
Pada masa ini harus banyak terdapat energi alternatif untuk apat memasok energi bagi peradaban manusia. Kemudian dengan semakin majunya pengetahuan, mungkin akan banyak terdapat reaktor nuklir portable seperti milik Tony Stark di film Avenger sehingga tidak kehabisan energi untuk hamper semua kebutuhan rumah. Hal ini hampir sama dengan powerbank yang kita pakai sehari-hari, hanya beda skala tipis saja. Jika powerbank meledak, paling hanya smartphone kita yang akan hancur, jika reaktor nuklir portable paling ya satu kota yang hancur.
Ketika energi alternatif sudah dapat dikendalikan oleh penduduk bumi, sayangnya regenerasi bumi akan tetap berjalan sesuai kodratnya. Hal ini tentunya tidak mungkin dikendalikan. Perubahan cuaca ekstrem dan regenerasi di bumi sudah berlangsung secara periodik dan selalu terjadi setiap puluhan ribu tahun sekali. Setelah terjadi regenerasi yang dahsyat tersebut, nantinya iklim bumi akan kembali segar seperti awal mula lagi. Begitu dan seterusnya. Biasanya tahap ini akan mengembalikan manusia ke zaman batu lagi, jika memang masih ada yang mampu bertahan hidup, karena memang tidak dapat disangkal, global warming sangat mempercepat terjadinya regenerasi ini. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mengatasi hal tersebut, manusia akan mulai ekspansi ke planet lain. NASA sudah memulai misi ke planet Mars dengan menggunakan roket SpaceX milik Elon Musk, agar 100 tahun lagi atau di era 2100-an manusia sudah dapat hidup di Mars jika terjadi sesuatu pada bumi. Sampai tahap ini, jika ada yang bilang “percaya aja sama konspirasi elit global”, saya hanya ingin bilang, “banyak-banyak membaca bro”. Kemudian tahap Terraforming Mars akan dimulai, supaya iklim dan situasi planet Mars nantinya akan sama dengan bumi, dan bisa ditinggali oleh manusia tanpa perlu berevolusi terlalu jauh. Keren kan. Zaman dulu makhluk hidup takluk pada alam, namun berkat teknologi, alam bisa disesuaikan khusus buat kita. Termasuk menyalahi kodrat?.
Sebenarnya jika AI bisa sampai ke tahap quantum AI, saya tidak yakin ras manusia masih dibutuhkan oleh AI itu sendiri. Ketika sebuah AI mencapai tahap dimana mereka memahami keberadaannya, maka mereka akan memiliki tujuan dan juga kehendak. Manusia dengan semua keterbatasannya hanya akan dianggap penghalang karena sangat-sangat tidak efisien bagi mereka. Mungkin planet Cybertron akan menjadi kenyataan, dimana isinya hanya robot dan AI itu sendiri yang akan terus berkembang jauh-jauh diatas manusia, khususnya karena mereka dapat hidup tanpa batasan umur. Bisa dikatakan, hal ini akan membuat peradaban manusia menuju kepada hal-hal ekstrem lain, karena semakin banyak pengetahuan dan hal baru yang ditemukan oleh manusia pada tahap ini yang nantinya akan memutar balikkan segala hal yang kita percayai pada masa kini. Sama seperti pada masa kini di mana kita menggangap kepercayaan bangsa Nordik dahulu mengenai kematian para pejuang Viking akan menuju ke Valhala, yang saat ini hanya kita anggap sebagai mitos belaka, karena perkembangan zaman yang semakin bergeser relevansinya. So, mungkin saja manusia masa depan menggangap apa yang kita percayai saat ini hanya sebagai mitos belaka, ketika mereka sudah mampu melakukan segala yang bertentangan dengan ajaran masa kini.
Jika kesadaran manusia itu benar-benar bisa dipindahkan ke berbagai jenis medium, akan kembali merevolusi bentuk manusia di masa depan, karena manusia tidak akan berbentuk seperti kita lagi yang didasari oleh tubuh organic, yaitu tulang, daging, dan darah. Melainkan dapat memilih sendiri untuk bertransformasi menjadi bentuk yang diingininya yang dikontrol oleh otak tiruan. Mungkin robot yang tidak pernah menua, atau bahkan hidup dalam sebuah dunia digital yang dirancang dengan luar biasa indah selamanya. Atau mungkin ada beberapa manusia yang mulai menabur benih-benih mereka ke planet-planet lain agar bisa memulai dan melanjutkan era baru peradaban di planet yang benar-benar baru lagi dari awal lagi, yang mungkin mirip dengan konsep manusia pertama di bumi.
Tidak ada kata yang bisa melukiskan kebesaran yang tiada batas ini. Begitulah alam semesta dibuat tak terbatas, agar manusia tahu batas. Karena akan ada masanya alam meregenerasi dirinya agar tetap harmonis. Sama seperti siklus cuaca yang ada di bumi, dan sama seperti sebuah bintang yang akan hancur ketika waktunya tiba. Tahukah kamu, bahwa di angkasa setiap detik terdapat 30 bintang yang meledak dan hancur, serta 4000 bintang baru yang terbentuk. Bagi makhluk hidup yang mungkin tinggal di planet terdekat dengan bintang hancur tersebut, itulah akhir peradabannya. Namun, bagi alam semesta ini, hal tersebut hanyalah rutinitas harian yang biasa-biasa saja. Begitu pula jika terjadi ledakan dengan skala maha dahsyat yang dikenal dengan Supernova, bahkan Hypernova yang akan menghancurkan seluruh planet, bintang, solar system, maupun galaksi yang merupakan bagian dari siklus hidup alam semesta. Kedua ledakan ini terlihat indah, namun tak seindah kelihatannya. Makhluk mana yang mampu menghindari hal ini, siapapun dan apapun tidak akan mampu menolaknya. Itulah bagaimana siklus alam ini bekerja selama miliaran tahun yang lalu. Jika di luar sana memang ada makhluk hidup dengan peradaban mereka masing-masing, maka setiap detiknya terdapat peradaban yang hancur tanpa sempat berevolusi atau berpindah tempat seperti yang kita bahas tadi. Mungkin akan digantikan dengan yang baru lagi dengan peradaban baru dan makhluk baru, begitu seterusnya.
“Ironisnya, kematian akan tetap datang menghampiri semua makhluk yang ada di alam semesta ini. Nasib sama akan tetap dirasakan oleh semua makhluk dengan intelektual tertinggi sekalipun yang telah membangun sebuah peradaban maju yang diklaim abadi, sampai bakteri yang baru hidup beberapa detik tanpa kecuali” Meskipun ada beberapa manusia yang beruntung telah menikmati kebahagiaan bersama keluarga tercinta di sedikit waktu hidupnya dan mendapatkan semua kenangan terindah di sepanjang hidupnya. Perbedaan terbesar akan didapat oleh seseorang yang mempunyai kebesaran hati untuk mau memahami, ikhlas, dan bersyukur atas apa yang ada, dan bukan berfokus dengan apa yang tiada. Karena sebenarnya, hidup adalah anugerah. Anugrah bagi setiap orang yang hidup karena punya kesempatan untuk bisa memilih menjalani hidupnya dengan bahagia meskipun singkat. Sedangkan orang yang mati dan belum pernah dilahirkan tidak akan punya kesempatan memilih. Bahkan tidak pernah dilahirkan akan menjadi lebih baik dibandingkan ada, tapi hanya untuk menderita. Kebahagiaan itu bukanlah sebuah pencarian, namun sebuah pilihan. Selanjutnya siklus alam ini akan kembali berputar seperti siklus sebelumnya, dan mungkin hancur karena sebab lainnya. Kemudian kembali terulang lagi, begitu dan seterusnya yang mungkin telah terjadi selama miliaran tahun terakhir. Tulisan ini terinspirasi dari berbagai film-film science fiction yang pernah saya tonton, dari buku-buku yang pernah saya baca, berita-berita yang saya kumpulkan, dari video-video youtuber seperti Vian, Agung Hapsah, What if, SpaceX, NatGeo, Jalan Tikus, Daftar Populer, Future dan lainnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hikmat berada jauh diatas pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah sarana kita untuk lebih memahami kehidupan. Sedangkan hikmat adalah memahami kebenaran mengenai segala sesuatu, mulai dari ada dan tiada. Manusia bukan insan yang hanya bertahan hidup untuk menunggu ajalnya, namun bagaimana menjadi berguna bagi setiap sesama dan memberikan warisan berharga untuk generasi saat ini demi generasi masa depan yang lebih baik lagi. Karena itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain yang ada di bumi ini. Jika kamu sampai akhir tulisan ini masih menganggap bahwa ancaman ini tidak serius, maka saya sarankan kamu untuk menyaksikan dua buah video dari CNBC International berikut ini, dimana kamu akan berkenalan dengan Sophia. Saya tidak sedang menakuti dan mengajak kamu menolak teknologi, namun membuka pemikiranmu mengenai teknologi dan apa yang harus kita lakukan sebagai manusia di masa depan. Terima kasih telah membaca tulisan ini Tulisan ini tidak final, yang artinya akan terus diupdate jika ditemukan fakta dan data terbaru sumber: https://www.aputradwijaya.id/2019/08/teknologi-dan-ancaman-bagi-masa-depan.html |