Adopsi cloud
computing semakin menemukan momentumnya. Survei yang dilakukan Alibaba Cloudmenunjukkan, 77% perusahaan
di Indonesia saat ini sudah mengadopsi solusi berbasis cloud. Bahkan 83%
responden menyebut, solusi berbasis cloud membantu mereka menjawab tantangan
bisnis yang muncul saat pandemi. Fakta
menarik lain yang mengemuka adalah, 63% perusahaan memandang hybrid
cloud menjadi solusi ideal untuk strategi disaster
recovery maupun business continuity. Tantangan
Cyber Security di Hybrid Cloud Akan
tetapi, adopsi hybrid cloud juga menimbulkan tantangan tersendiri, utamanya
dari sisi security. Saat mengadopsi hybrid cloud, perusahaan harus
mengelola security dari sistem atau workload yang berada di
on-promise maupun hybrid cloud. Padahal, keduanya memiliki karakteristik
berbeda. Sistem on-premise mengandalkan pendekatan perimeter,
ketika perusahaan bisa membuat “pagar” untuk melindungi aset digital mereka. Sementara
di area public cloud, keamanan data menjadi shared
responsibility alias tanggung jawab bersama. Penyedia layanan cloud memiliki
kewajiban melindungi infrastruktur cloud-nya (off the
cloud), sementara pengguna cloud memiliki tanggung jawab
melindungi data di dalam cloud (in the cloud). Dengan
kata lain, tim IT Security harus bekerja dalam dua mindset berbeda saat sebuah
perusahaan mengadopsi hybrid cloud. Tantangan semakin besar
ketika perusahaan menggunakan multi-cloud alias beberapa penyedia layanan
cloud. Pasalnya, setiap penyedia cloud memiliki interpretasi tersendiri dalam
mengadopsi shared responsibility ini. Lalu,
bagaimana menjawab tantangan ini? Menurut
Jason Bloomberg di blog Gigamon, langkah awal untuk menjawab tantangan ini adalah
dengan mengedepankan pendekatan policy-centric. Policy yang
dibuat harus bisa menggambarkan tanggung jawab perusahaan maupun penyedia
layanan cloud, sehingga perusahaan bisa mengelola security maupun
operasional secara strategis dan holistik. Setelah
itu, organisasi harus bisa mengkomunikasikan policy itu ke
internal, terutama untuk tim operasional maupun security. Hal ini penting
mengingat tim operasional dan IT security memiliki dua kepentingan berbeda, sehingga
perlu adanya kebijakan yang menjadi “aturan main” bersama. Pentingnya
Data Untuk
membuat policy tersebut, analisa data menjadi aspek krusial.
Perusahaan harus mengetahui data mana yang normal, sehingga dapat
mengidentifikasi ketika terjadi anomali. Sistem security harus
bisa menangkap data secara real-time dari setiap workload,
baik ketika berpindah antar server (atau east-west traffic), maupun
dari user ke server (north-south traffic). Lalu, bagaimana perusahaan bisa menangkap data dari
workload yang tersebar di on-premise maupun cloud? Hal inilah yang akan didiskusikan pada webinar Enhancing Visilibility across Hybrid Cloud yang diselenggarakan oleh ICION (Indonesia CIO Network, komunitas IT Leaders perusahaan
Indonesia). Webinar ini akan mengundang praktisi yang memiliki pengalaman
panjang di area cloud security, seperti Nizar Fuadi (advisory ISC2), Ginandjar
Alibasjah (Lintasarta), serta Hendra Suryakusuma (IDPRO).
Sumber :
|