Survei terbaru
yang dilakukan Cisco menyoroti kekhawatiran seputar penggunaan perangkat yang
tidak terdaftar serta jaringan yang berpotensi tidak aman saat melakukan sistem
kerja secara hybrid. Perangkat
yang tidak terdaftar dan jaringan yang tidak aman ini kemudian menimbulkan
risiko keamanan siber atau cyber
security. Director Cybersecurity Cisco ASEAN
Juan Huat Koo pun mengatakan, bahwa kebijakan kerja secara hybrid dari perusahaan memang memberdayakan
karyawan untuk dapat melakukan pekerjaan dari mana saja. Namun hal ini kemudian
membawa tantangan baru pada cyber security perusahaan, mengingat adanya penggunaan
perangkat yang tidak terdaftar di sistem perusahaan oleh karyawan yang
mengakses platform kerja. “Selain membawa banyak manfaat, kerja hybrid juga membuka tantangan baru, terutama di
bidang keamanan siber karena peretas sekarang dapat menargetkan karyawan di
luar batas jaringan perusahaan,” jelas Juan dalam keterangan resminya, melansir
dari Republika.co.id. Berdasarkan survei Cisco bertajuk ‘My
Location, My Device: Hybrid’s Work New Cybersecurity Challenge’, sebanyak 87
persen responden di Indonesia mengatakan bahwa karyawan mereka menggunakan
perangkat yang tidak terdaftar untuk mengakses platform kerja. Selain itu. 65 persen mengatakan bahwa para
karyawan menghabiskan lebih dari 10 persen harinya untuk bekerja dari perangkat
yang tidak terdaftar ini, dan perusahaan pun mengakui adanya risiko cyber
security. 87 persen responden
di Indonesia pun menyebut bahwa akses dari perangkat tidak terdaftar telah
meningkatkan intensitas terjadinya insiden keamanan siber. Hal ini dikarenakan karyawan
mengakses platform kerja
mereka dari berbagai jaringan terbuka, baik di rumah, kedai kopi lokal, bahkan
jaringan supermarket. Penggunaan perangkat dan jaringan terbuka ini kemudian
menambah tantangan baru bagi cyber security, di mana 55 persen responden di Indonesia
mengatakan bahwa mereka pernah mengalami insiden keamanan siber dalam 12 bulan
terakhir. Menurut Juan, agar sistem kerja
secara hybrid ini dapat berhasil dalam jangka panjang,
organisasi ataupun perusahaan perlu melakukan perlindungan terhadap bisnis
mereka dengan ketahanan keamanan yang baik. Sementara menurut Managing Director
Cisco Indonesia Marina Kacaribu, perusahaan harus segera mengadopsi strategi
keamanan baru. Menurutnya, para karyawan merupakan landasan untuk memupuk
ketahanan keamanan siber. “Perusahaan perlu mengedukasi tenaga
kerja mereka tentang praktik keamanan yang baik dan menggunakan teknologi
sebagai mata dan telinga jaringan, memanfaatkan informasi yang dapat
ditindaklanjuti untuk mengambil tindakan tepat di saat paling dibutuhkan, dan
mengotomatisasi respons tersebut sehingga mereka dapat pulih lebih kuat dari
ancaman,” pungkas Marina.
Sumber
:
https://www.cloudcomputing.id/berita/cisco-sebut-kerja-hybrid-risiko-cybersecurity |