Jakarta - Menjadi lulusan perguruan tinggi dengan
gelar akademik yang disandang merupakan kebahagiaan tersendiri dari
sederet perjalanan akademik bagi seorang mahasiswa dalam dunia akademik.
Selebrasi atas keberhasilan perjuangan akademik itu patut untuk
dirayakan dengan penuh rasa syukur, gembira, dan gegap gempita. Minimal
ia telah berhasil melalui satu tahapan dari sekian tahapan akademik yang
menyertai selama berjuang menjadi seorang mahasiswa.
Meski
harus diakui prosesi wisuda bukanlah tahapan akhir dari perjalanan
akademik yang bersangkutan, sebaliknya merupakan babak baru dalam
mengarungi kehidupan nyata di lapangan, yang tentunya berbeda dengan
dunia kampus selama ini.
Dalam konteks kesarjanaan sudah tentu
hal yang dicari setelah lulus adalah pekerjaan, terutama pekerjaan
kantoran. Menganggur mungkin kata yang paling menyakitkan bagi para
sarjana. Para sarjana akan berusaha melamar pekerjaan ke sana kemari
dengan bermodalkan selembar ijazah hanya untuk melekatkan status
karyawan atau PNS. Tapi banyak juga yang menganggur karena tidak
mendapat pekerjaan "kantoran".
Lantas pertanyaan selanjutnya,
apakah kuliah dipersiapkan untuk pekerjaan yang sifatnya "kantoran"?
Apakah gelar sarjana berkontribusi membuat para sarjana malu bekerja
selain "kantoran"? Asumsi dasar seperti inilah yang perlu kita luruskan
bersama.
Kuliah bukan mutlak untuk pekerjaan, tapi kuliah mutlak
untuk mencari ilmu pengetahuan. Sedangkan pekerjaan tidak mesti mengikat
dengan gelar kesarjanaan. Sarjana akan berusaha mendapatkan kerjaan
"kantoran" meskipun tidak sesuai dengan gelar kesarjanaan, yang pada
akhirnya tidak ada produktivitas yang berarti dari pekerjaan yang
digelutinya dan prestasinya akan terus menerus menurun.
Kondisi
ini sudah tentu merugikan para sarjana itu sendiri akan hal disiplin
ilmunya yang tak terpakai dan terus terikat pada suatu kondisi di mana
dia tidak dapat berkreativitas.
Bila dipahami bersama, para
sarjana setelah lulus tidak lagi mencari pekerjaan, tapi "menciptakan"
pekerjaan di mana para sarjana dapat berkontribusi mengurangi
pengangguran bukan justru menambah pengangguran. Namun tidak perlu
diartikan salah bila berkesempatan menjadi karyawan atau PNS setelah
kuliah.
Yang disayangkan adalah para sarjana yang hanya
mengandalkan selembar kertas bertanda tangan rektor untuk pekerjaan dan
tidak mau mengandalkan daya pikir dan kreativitas untuk pekerjaan
lainnya, wirausaha misalnya.
Bagi para sarjana akademisi sejati
mereka akan terus melakukan penelitian sesuai terapan bidangnya bahkan
melanjutkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi.
Penelitian-penelitian tersebut akan dibukukan dan dijadikan hak cipta.
Itu hanya akan ada bagi para sarjana yang berpikiran forward vision.
Jadi semua pilihan ada pada para sarjana, tergantung cara berpikir,
konsep, perencanaan para sarjana tersebut. Pascawisuda mau ke mana? Anda
yang menentukan!
Bagi sebagian orang, lulus studi seringkali
menjadi sebuah ironi, menghadirkan kebanggaan dan kegelisahan sekaligus.
Membawa kebanggaan karena tercapaikan target studi dengan baik dan
sempurna, namun tidak jarang memunculkan kegelisahan karena dihadapkan
pada pilihan ketidakpastian akan apa yang mesti dilakukan setelah lulus
dari studi.
Kegelisahan, kebingungan, kegamangan, dan
ketidakpastian ini terutama disebabkan oleh ketidaksiapan sebagian
lulusan perguruan tinggi dalam menghadapi babak baru dari kehidupannya
pascastudi. Selain itu, bisa juga disebabkan kurangnya wawasan, motivasi
,dan kepercayaan diri dalam menghadapi kompetensi di dunia kerja dan
dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Bayangan akan sempitnya
peluang kerja dan banyaknya pengangguran di negeri ini menjadi momok
yang menghantui pikiran para lulusan baru (fresh graduates).
Kematangan Soft Skill
Sesungguhnya ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh fresh graduates.
Selain mencoba untuk mencari peluang kerja baik di instansi pemerintah
maupun swasta. Para lulusan juga bisa mencari peluang beasiswa untuk
kemudian melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi lagi baik di
dalam negeri maupun luar negeri.
Meningkatkan kompetensi keilmuan
yang telah ditekuni selama ini sesuai dengan program studi atau jurusan
yang dipilih, mengambil program pendidikan profesi atau kursus-kursus
untuk menambah keterampilan penunjang kompetensi utama yang dimiliki
para lulusan, atau mengembangkan bakat, kreativitas untuk menjadi usaha
yang produktif, berwirausaha, magang, atau menjadi relawan pada lembaga
swadaya masyarakat.
Dan, tentunya masih banyak alternatif pilihan yang dapat dilakukan setelah wisuda.
Dalam konteks yang lebih jauh, kematangan diri berupa soft skill maupun hard skill
menjadi kunci utama keberhasilan sarjana dalam berkarya di masyarakat.
Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan problem utama yang dihadapi fresh graduates
lebih banyak bersumber dari diri sendiri, yakni berupa kurangnya
wawasan akan berbagai peluang dan alternatif dalam pengembangan karier,
di samping minimnya motivasi atau kurangnya kepercayaan diri.
Hambatan-hambatan personal seperti inilah yang mesti diselesaikan terlebih dahulu dengan baik dan sempurna oleh fresh graduates. Faizi dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5713139/pascawisuda-mau-ke-mana?_ga=2.190175851.1330008321.1631082127-1439329312.1607651696
|