Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Dedy Permadi, menanggapi maraknya penyalahgunaan aplikasi online sebagai lahan prostitusi. Dia mengeklaim AIS atau mesin pengais konten negatif mampu menjadi salah satu solusi atas permasalahan tersebut. "Mulai 2022 kita sudah melakukan upgrading sistem (untuk AIS). Jadi, tahun ini kita akan memiliki teknologi baru yang lebih mutakhir,” kata Dedy, dalam program Sisi Metropolitan di Metro TV, Rabu, 5 Januari 2022. Teknologi tersebut, lanjut Dedy, dapat menelusuri, mengontrol, dan mengidentifikasi seluruh konten negatif, termasuk konten prostitusi. Setelah teridentifikasi, konten atau akun yang melanggar peraturan perundangan pun akan diturunkan, bahkan bisa diblokir. “Itu (teknologi AIS) tidak hanya berlaku di MiChat, tetapi juga di seluruh platform digital di Indonesia,” ujarnya. Di samping itu, polisi siber yang dimiliki Kemkominfo juga perlu didampingi pengawasan dari masyarakat. Jika terindikasi adanya tindakan prostitusi online melalui aplikasi, Dedy berpesan masyarakat harus melaporkannya ke pihak berwenang. Pelaksana tugas Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Anthonius Malau, menjelaskan mesin AIS ialah mesin crawling konten negatif di internet yang diluncurkan sejak 2018. Mesin AIS menggunakan artificial intelligence (AI) untuk secara cepat menentukan konten negatif. Mesin ini bekerja dalam sistem pemantauan proaktif untuk penanganan konten internet bermuatan negatif. Mesin AIS bekerja dengan cara mengais (crawling) dan mengklasifikasi jutaan tautan yang terdeteksi mengandung konten negatif. "Hasil pemantauan akan ditindaklanjuti dengan penanganan berupa pemblokiran akses, penonaktifan konten, serta diteruskan ke instansi terkait," kata Anthonius Malau melansir laman Kominfo.go.id. di seputar.teknologi.id |