Masyarakat pengetahuan tidak ada
dengan sendirinya. Sebaliknya, masyarakat pengetahuan dikembangkan dari
kompleks permasalahan dalam masyarakat dan perubahan masyarakat yang mulai
menggunakan metode komunikasi teknologi mempersempit jarak komunikasi antar
manusia (Ritzer & Smart 2018, Sallati & Schützer2021). Revolusi
Industri 1.0 telah memulai perubahan peradaban manusia. Saat teknologi uap mulai
dikembangkan untuk menggerakkan mesin di pabrik, orang mendapat manfaat dari
peningkatan jumlahnya dari produk yang dihasilkan. Saat itu, orang mulai
menggunakan mesin uap untuk membuat banyak alat yang dibutuhkan untuk kegiatan
mereka. Perubahan terus bermunculan seiring dengan dampak perang dunia yang mengakibatkan
banyak kerugian bagi kedua belah pihak. Memasuki Era Industri 2.0, banyak orang
menciptakan alat berat yang menggunakan listrik. Mesin uap yang tidak ramah
lingkungan menggegerkan masyarakat menciptakan penemuan-penemuan baru yang
lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Namun, ada masih ada sesuatu yang
hilang. Mobilisasi masyarakat, khususnya dalam pendistribusian barang, telah
dilakukan tidak efektif dengan kereta kuda. Oleh karena itu, berbagai alat
transportasi diciptakan seperti mobil, kereta api, dan alat transportasi
lainnya. Era Industri 3.0 muncul pada akhir tahun Perang dunia II. Era
komputerisasi mulai dijalankan untuk menyimpan data rahasia dalam bentuk
tertentu kode yang dapat diakses oleh sistem tertentu. Komputerisasi telah
disempurnakan dari relatif ukuran besar hingga ukuran kecil seperti yang
digunakan saat ini. Era Industri 4.0 muncul dengan lebih spesifik dan perubahan
yang kompleks. Komputerisasi merupakan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam
berbagai kegiatan di masyarakat. Internet of Things (IoT) dan Artificial
Intelligence (AI) menjadi hasil karya manusia modern saat itu waktu yang
membuat akses informasi dalam 1 repositori data utama dan terintegrasi dengan
berbagai akses lainnya. Di Era Industri 4.0 ini keterampilan masyarakat
dipusatkan pada keterampilan 6C (Komunikasi, Kolaborasi, Berpikir Kritis,
Kewarganegaraan, Kreativitas, dan Karakter). Dengan mengusung label lain sebagai
“era disrupsi” yang menghadirkan situasi di mana masyarakat beralih
berkomunikasi menggunakan sosial informasi yang disebarluaskan melalui media
sosial, dan peran penting media sosial dalam mendukung aksesibilitas masyarakat
modern saat ini. Masyarakat melakukan interaksi
dan komunikasi sebagai kebutuhan makhluk sosial. Komunitas sebagai satu
kesatuan membentuk struktur sosial sesuai dengan kehendak yang disepakati
bersama berdasarkan kesamaan antar individu atau kelompok masyarakat
(Koentjaraningrat 2015). Interaksi komunitas dari Industri 1.0 ke 4.0 yang saat
ini bergerak ternyata berbeda. Sebelum penemuan komputer dan internet, orang
berkomunikasi dengan cara sederhana seperti dengan mengirim surat dan telegram.
Itu aksesibilitas tidak efektif karena butuh waktu untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Perbedaan dalam lokasi dan jarak tempuh juga akan
mempengaruhi waktu perjalanan yang dibutuhkan. Dengan hadirnya komputer dan internet
yang mendukung aksesibilitas masyarakat, masyarakat menciptakan alat komunikasi
berupa perangkat keras atau perangkat lunak untuk mendukung semua kegiatan
manusia dalam masyarakat agar dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Wujud nyata yang bisa dilihat
saat ini adalah banyaknya smartphone yang diproduksi dengan beragam kelebihan
dan banyak sekali software yang berfungsi baik sebagai media komunikasi, media
sosial, maupun keuangan (m-banking & internet banking). Masyarakat di Era
Society 5.0 tentu akan jauh lebih terdukung dari segi aksesibilitasnya dengan
teknologi yang semakin canggih dan mampu memenuhi semua itu kebutuhan mobilitas
masyarakat modern. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1, penerapan
teknologi dalam kehidupan sehari-hari Kegiatan di Era Revolusi Industri 4.0
saat ini menghadirkan kemudahan mobilitas yang menguntungkan. Sisi lain dari
masyarakat sebagai satu kesatuan adalah adanya bentuk ketergantungan dalam
pembangunan negara (Budiardjo 2018, Soekanto 2015). Modernitas dan globalisasi
telah menciptakan situasi ketergantungan antara negara maju dan berkembang.
Negara berkembang memerlukan berbagai alat, obat-obatan, dan seterusnya untuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sedangkan negara maju membutuhkan konsumen yang akan
menggunakan dan membeli produk mereka. Pemenuhan kebutuhan diantara keduanya
tidak dapat dihindari dan menyebabkan a ketergantungan. Masyarakat dalam
Industri 4.0 di negara-negara berkembang berusaha semaksimal mungkin untuk
bergerak beradaptasi dengan masyarakat di Indonesia Industri 4.0 di negara
maju. Transisi besar-besaran aksesibilitas publik ke media virtual dan penggunaan
transaksi online sudah mulai dilakukan dan proses transisi dipercepat. Society
5.0 digambarkan lebih dinamis dalam pergerakan mobilitasnya dibanding
masyarakat di era sekarang gangguan. Penggunaan smartphone dengan berbagai
keunggulan dan software yang berfungsi mendukung semua Kegiatan masyarakat
bukan lagi barang mewah, tetapi sudah menjadi kebutuhan sekunder yang harus
dipenuhi oleh masyarakat Industri masa depan telah hadir untuk mempercepat
modernisasi alat industri. Industri pengembangan sebagai bagian dari penyebaran
teknologi baru tidak hanya terbatas pada perluasan sederhana sensor, robot,
atau perangkat inovatif. Selanjutnya ada bentuk dorongan untuk membentuk
digitalisasi di sektor industri. Teknologi digital dan digitalisasi adalah
beberapa bentuk transformasi itu ada untuk merevolusi masyarakat dalam model
industri, mengubah struktur, dan interaksi untuk luar biasa ketangkasan bisnis
(Nagy & Hajrizi 2019, Tabaa et al. 2020). Masyarakat Era Society 5.0 bisa dianggap
sebagai masyarakat yang telah menikmati hasil transformasi dari perubahan
masyarakat itu terjadi pada Era Industri 4.0. Sikap yang diambil dan
dikembangkan di Era Industri 4.0 ini akan menjadi identitas setiap kelompok
masyarakat di Era Society 5.0. Di Era Industri 4.0, masyarakat memilih untuk
terpecah belah dan mudah terprovokasi oleh berbagai berita yang hadir dalam
dinamika masyarakat. Ada pergeseran dalam industri maju dari membuat perangkat
keras menjadi industri pemula lebih dinamis dan dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Mobilitas yang terjadi tidak lagi sepenuhnya terhalang oleh
jarak dan waktu, namun dapat mempersingkat waktu dan memberikan efisiensi dalam
mencari dan menyampaikan informasi dengan hadirnya berbagai media komunikasi.
Kemandirian teknologi di Era Society 5.0 membuat masyarakat memiliki mobilitas
dan aksesibilitas yang dinamis dan luas. Ini sebagai disajikan pada Gambar 2
dalam penerapan teknologi dalam kegiatan pembelajaran dengan akses QR Code berbagi
materi pembelajaran dan sumber lainnya. Berbagi akses semacam ini telah
digunakan secara luas karena itu lebih mudah dan bekerja dengan cara yang
sederhana. Sejak berdirinya Industri 4.0, masyarakat modern telah mengenal
istilah “disruption” sebagai bagian dari perubahan yang terjadi di Industri
4.0. Sebagai bagian dari budaya modern yang berkembang, media sosial sebagai akibat
perkembangan ilmu pengetahuan telah merubah hubungan sosial dari komunikasi
langsung menjadi komunikasi menggunakan media virtual (Prasetyo & Trisyanti
2018, Tambunan 2016, Zufar & Sari 2021). Setiap perubahan yang dilakukan
oleh manusia tentunya tidak hanya menghasilkan perubahan yang positif, tetapi
juga membawa suatu dampak negatif yang menyertainya. Bentuk disrupsi yang hadir
tidak hanya berdampak pada masyarakat dalam hal culture shock dengan pergeseran komunikasi dari media komunikasi langsung ke virtual. Skenario yang lebih buruk bisa terjadi, terutama dalam hal provokasi ujaran kebencian yang difasilitasi media sosial yang pada dasarnya dapat diakses oleh semua pengguna. Masyarakat di Era Society 5.0 menjadi sangat bergantung pada teknologi. Ada beberapa kemampuan alami manusia yang tidak lagi berfungsi maksimal karena sudah dibantu dengan kecanggihan teknologi, seperti komunikasi verbal secara langsung keterampilan, kemampuan berpikir jernih, dan kemampuan pengendalian emosi pribadi yang baik. Ini terjadi karena orang-orang di Society 5.0 merasa nyaman difasilitasi oleh teknologi yang membantu mereka. Ada pergeseran paradigma di mana komunikasi dan interaksi dengan media sosial lebih mudah dan menyediakan kenyamanan karena efisiensi waktu yang dibutuhkan. Sedangkan moralitas manusia sebagai makhluk sosial yang masih memerlukan komunikasi dan interaksi langsung antar manusia belum terpenuhi secara optimal. Itu kepasifan masyarakat yang dihasilkan dalam interaksi langsung dan komunikasi tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Perspektif materialisme dan eksistensialisme dalam ilmu sosial Modernisasi mengajarkan bahwa perkembangan budaya yang terlalu menitikberatkan pada kemajuan pembangunan sains dan pengetahuan tidak akan membawa kebahagiaan bagi peradaban manusia (Suriasumantri 2015). Seperti yang Terlihat Di permasalahan yang muncul dalam masyarakat Industri 4.0 saat ini, kemajuan ilmu dan pengetahuan tidak selalu membawa semua kemudahan. Misalnya, penemuan teknik kloning yang ada awalnya digunakan dalam budidaya tanaman, sekarang mulai diujicobakan pada manusia. Apalagi ada beberapa penemuan-penemuan yang tidak biasa yang memang di luar kebiasaan manusia pada umumnya. Kebahagiaan peradaban manusia tidak berlangsung lama karena orang-orang yang hidup dalam peradaban itu menggunakan ilmu dan pengetahuan untuk melawan mereka alam sebagai manusia. Perang yang dilakukan masyarakat modern bukan lagi perang “duel” langsung; ambisi a sedikit orang yang saling mendominasi dan mendominasi peran dalam sejarah peradaban masyarakat modern membuat mereka menciptakan perang baru seperti perang ekonomi, perang senjata biokimia (nuklir dan sebagainya), seperti serta perang teknologi. Masyarakat modern terjebak dalam masalah yang disebabkan oleh perang tersebut. Sains dan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan maju telah membutakan mata alam sebagai makhluk sosial. Situasi ini mendorong orang untuk mulai berpikir dan bertindak secara rasional yang mempengaruhi paradigma sosial perubahan sosial yang terjadi di sekitarnya. Gambar 1 Ilustrasi orang mempromosikan gaya hidup Sumber: Sianipar dkk. (2019) Tindakan rasionalitas memang
tidak dapat dipisahkan dari manusia sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan (Budiardjo 2018, Soekanto 2015). Akal manusia mengarah pada kerangka
berpikir berdasarkan kausalitas itu terjadi dari pengamatan. Ketika rencana
yang telah dirancang oleh manusia berjalan dengan baik, mereka pasti akan
melakukannya menarik kesimpulan bahwa pandangan yang menjadi dasar rencana yang
disusun adalah benar. Segala sesuatu yang ada dilihat dari apa yang tampak dan
diukur dengan kausalitas, yaitu rasionalitas manusia. Itu kemauan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan membuat mereka yang berpikir rasional melupakan
beberapa keterbatasan yang ada sebenarnya kodratnya sebagai makhluk sosial.
Akal membawa manusia menjadi lebih mutlak dengan dukungan dari ilmu dan
pengetahuan yang mereka miliki. Dengan kekuatan absolut pada manusia,
terbentuklah kelompok-kelompok manusia terdiri dari mereka yang memiliki ambisi
yang kuat untuk menciptakan sesuatu yang baru dan menghasilkan suatu materi
yang mampu memuaskan keinginan untuk memenuhi keinginan mereka. Pada titik
inilah para pemikir sosial meninjau pandangan kelompok masyarakat yang
menimbulkan masalah dalam stratifikasi sosial dalam masyarakat. Gambar 2. Ilustrasi kenyamanan masyarakat di Era Society 5.0 dengan bantuan teknologi Sumber: Kristanto (2020)
Materialisme dapat dianggap sebagai bentuk ketertarikan yang berlebihan pada uang dan barang material dan menganggap hal-hal ini memiliki peran penting dalam kehidupan. Fenomena ini telah menarik perhatian filsuf dan telah dianggap sebagai bagian dari sisi negatif dari sifat manusia. Mengobati materialisme sebagai sifat psikologis muncul pada 1990-an. Psikolog mencoba menemukan cara untuk mengukur tingkat materialisme dalam diri seseorang (menciptakan skala psikologis). Penelitian psikologis pada materialisme terfokus pada pemahaman tentang akar materialisme (misalnya, nilai-nilai, keluarga, teman sebaya, dan budaya) dan mendiagnosis dampaknya terhadap fungsi manusia (Kariarta 2020, Maison & Adamczyk 2020). Dalam masyarakat Era Industri 4.0 memang telah membentuk karakter materialisme yang didorong oleh tuntutan untuk dipenuhi kebutuhan dan keinginan agar mobilitas dan aksesibilitas masyarakat dapat berjalan lancar, mudah, dan efisien dalam hal waktu. Teknologi yang ditemukan tersebut tentu dipasarkan dengan harga tinggi. Rakyat terobsesi memiliki bahan untuk membeli barang-barang teknologi tersebut, sehingga menjadi tren konsumtif muncul dalam masyarakat. Ada pandangan bahwa jika seseorang tidak memiliki uang, maka ia akan tertinggal dari pergaulan perubahan dalam masyarakat. Materialisme akan membentuk stratifikasi sosialnya sendiri berdasarkan materi yang dimiliki atau dihasilkan oleh kelompok masyarakat. Pengelompokan ini nantinya akan memperparah kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia masyarakat. Faktanya, ini mungkin bukan masalahnya. Manusia memang membutuhkan materi dan uang untuk memenuhi kebutuhannya dan keinginan. Namun, jika keinginan untuk kepuasan tidak mengganggu atau setidaknya dapat dikendalikan oleh mereka, maka itu jelas tidak membuat kesenjangan sosial yang signifikan. Teknologi yang terus berubah dan diprediksi sebagai harga yang tinggi sebagai akibat dari pengaruh kurva penawaran seharusnya tidak berdampak pada pembentukan celah. Namun, perubahan teknologi harus dipastikan dapat menjangkau semua tingkatan masyarakat dan kemudahannya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Pengembangan keterampilan yang luas dan penguatan karakter juga diperlukan untuk menyeimbangkan efek negatif dari materialisme. 6C keterampilan (Komunikasi, Kolaborasi, Berpikir Kritis, Kewarganegaraan, Kreativitas, dan Karakter) adalah dibutuhkan dalam masyarakat Industri 4.0 menuju Era Masyarakat 5.0. Keterampilan ini masih dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang ada. Ini seperti terlihat pada ilustrasi Gambar 3 bahwa masyarakat menjadi lebih konsumtif akibat dari perbuatan tersebut mengutamakan gaya hidup dan tren kontemporer. Akhirnya, mereka membentuk kelompok sosial mereka sendiri dengan a struktur sosial berdasarkan kemampuan untuk memenuhi keinginan material mereka. Pada masyarakat di Era Society 5.0, kemajuan teknologi hadir secara maksimal dengan menggunakan sistem cerdas. Semua perangkat teknologi telah dirancang dan pendekatan inovatif telah ditemukan untuk mengelola data secara masif. Sistem yang dibuat memungkinkan optimalisasi jaringan logika buatan dan interaktif memproses pembaruan dari organisasi komunitas. Kegiatan interaksi antara manusia dan teknologi dikembangkan, diadaptasi, dan ditingkatkan berdasarkan kebutuhan zaman melalui pengelolaan yang efektif, memastikan deviasi minimum. Masyarakat di Era Society 5.0 hidup dalam tatanan yang sejalan dengan gagasan globalisasi dan penghilangan sampah dalam berbagai mobilitasnya. Orang-orang di Era Society 5.0 memang hidup terintegrasi dengan teknologi. Dengan demikian, orang-orang di era itu memiliki sistem memesan dalam satu data yang terhubung ke semua perangkat lunak yang mendukung aktivitas mereka. Perspektif materialisme dan eksistensialisme memberikan peringatan tentang dampak dinamika dan permasalahan yang akan hadir di masyarakat pada Era Society 5.0. Era Masyarakat 5.0 bisa tentu menjadi masyarakat yang materialistis jika mampu menciptakan stratifikasi fungsional masyarakat berdasarkan kepemilikan bahan. Orang-orang di Era Society 5.0 juga bisa menjadi eksistensialis masyarakat jika mereka membentuk suasana kompetitif yang dihasilkan dari inovasi mereka untuk menghadirkan konflik sosial yang berdampak luas. Keterampilan 6C (Komunikasi, Kolaborasi, Berpikir Kritis, Kewarganegaraan, Kreativitas, dan Karakter) yang hadir sebelumnya di Era Industri 4.0 turut mendorong masyarakat di Era Society 5.0 untuk memiliki identitas diri yang kuat, inovatif, dan mampu membuat teknologi hadir sebagai perpanjangan dari aksesibilitas masyarakat modern. Arikunto S (2019) Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Beltrami
M, Orzes G, Sarkis J, & Sartor M (2021) Industry 4.0 and sustainability:
Towards conceptualization and theory. Journal of Cleaner Production 312:
127733. https://doi.org/10.1016/J. JCLEPRO.2021.127733. Budiardjo M (2018) Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Desyana C (2013) Mengintip gaya
foto sosialita saat arisan. Tempo.co, April 27. [Accessed 01 September 2021].
https://gaya.tempo.co/read/476239/mengintip-gaya-foto-sosialita-saat-arisan/
full&view=ok. Ekawati D (2017)
Eksistensialisme. Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan 12 (1):137-153. Foresti
R, Rossi S, Magnani M, Guarino Lo Bianco C, & Delmonte N (2020) Smart
society and artificial intelligence: Big data scheduling and the global
standard method applied to smart maintenance. Engineering 6 (7):835-846. https://doi.org/10.1016/J.ENG.2019.11.014.
Ghobakhloo M, Fathi M, Iranmanesh
M, Maroufkhani P, & Morales ME (2021) Industry 4.0 ten years on: A
bibliometric and systematic review of concepts, sustainability value drivers,
and success determinants. Journal of Cleaner Production, 302.
https://doi.org/10.1016/J. JCLEPRO.2021.127052. |