Deputy
Secretary General IV & Head of The Personal Data Protection Task Force di
Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), serta CEO dan Co-Founder VIDA Sati
Rasuanto membagikan sejumlah kiat dalam menjaga keamanan data pribadi bagi
pengguna dan platform digital.
"Langkah pertama untuk melindungi diri bagi para platform digital dari cyber
fraud adalah bagaimana kita membangun proses verifikasi trust di awal
sebagai pintu masuk," kata Sati dikutip dari keterangan pers, Kamis.
Bagi pengguna, Sati menekankan pentingnya untuk tidak menyebarkan data pribadi
dengan mudah pada pihak luar, seperti KTP, swafoto dengan KTP, foto paspor,
foto boarding pass, nomor rekening, nomor kartu kredit apalagi nama ibu
kandung, termasuk fotokopi berbagai dokumen tersebut.
"Hal-hal tersebut sebenarnya mudah untuk diingat. Terus pastinya jangan
memberi kode OTP dan jangan asal klik link yang menjanjikan hadiah juga,
biasanya kalau online, itu biasanya bohong," kata Sati.
Studi dari Digital Frontier menunjukkan lebih dari 78 persen konsumen di Asia
Tenggara mendefinisikan diri mereka sebagai digital explorer, dimana mereka
selalu ingin mencoba layanan baru yang bersifat pengalaman digital.
Di sisi lain, kerugian dari penipuan untuk transaksi online di Asia Tenggara
pada 2019 mencapai 260 juta dolar AS atau sekitar Rp3,6 triliun, dan 71 persen
berasal dari identity fraud.
Sati mengatakan, itulah urgensi hadirnya proses verifikasi identitas secara
daring atau electronic Know-Your-Customer (e-KYC). Terlebih pada era yang serba
digital, belum tentu semua orang dapat meluangkan waktu untuk hadir secara
fisik di kantor cabang dan menunggu dalam waktu yang lama.
Pada umumnya, proses identifikasi secara tradisional menggunakan email, nomor
telepon ataupun username dan password. Namun, identitas tersebut dapat
menimbulkan permasalahan karena bersifat tidak unik.
Untuk itu VIDA melakukan verifikasi identitas berdasarkan identitas yang
dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini berarti e-KTP sebagai basis
verifikasi yang kuat untuk memastikan kebenaran pemilik data.
"Selanjutnya proses verifikasi itu umumnya kini melalui proses selfie atau
pengambilan foto KTP, atau selfie sama KTP. Yang berbeda, VIDA menggunakan
teknologi liveness detection dimana teknologi tersebut memastikan bahwa yang
diverifikasi itu benar saya, bukan orang yang memegang foto saya atau memakai
topengnya saya dan lain lain," jelas Sati.
Sati menambahkan, dalam menciptakan rasa percaya dalam proses verifikasi,
terdapat standar untuk proses keamanan data sehingga semua proses tersebut
harus dilakukan sesuai standar dan regulasi yang ada, bahkan lebih dari itu.
Melansir dari Antaranews.com, ketika keseluruhan proses tersebut sudah
terpercaya dan dilengkapi dengan enkripsi end to end, maka hal ini
meyakinkan siapapun yang masuk dalam platform tersebut.
Sesuai UU ITE, tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi memiliki kekuatan
pembuktian yang lebih tinggi di hukum Indonesia, dan hanya dapat disediakan
oleh Penyedia Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang terdaftar di Kementerian
Komunikasi dan Informatika seperti VIDA.
Kepercayaan digital pun semakin fundamental terhadap perkembangan ekonomi
digital, dimana semakin orang percaya, maka orang akan lebih sering melakukan
transaksi dengan lebih besar.
Oleh karena itu, kolaborasi semua pihak seperti swasta, PSrE, dan juga
pemerintah dalam membangun ekosistem sangat dibutuhkan, mengingat apabila
kepercayaan itu terganggu maka kemajuan Indonesia dalam ekonomi digital dapat
terhambat.
"Semakin kita berkolaborasi dengan partner dan bisnis lain untuk dapat
hadapi tantangan itu bersama dan tidak sendirian, keuntungan berkolaborasi itu
dapat berlipat ganda," kata Sati.
Sumber
:
https://www.cloudcomputing.id/berita/aftech-beri-kiat-jaga-keamanan-data
|