Pesatnya
tingkat transformasi digital mengakibatkan implementasi infrastruktur jaringan
meningkat tajam, baik yang diketahui maupun tidak, yang turut mendorong
kompleksitas lingkungan keamanan siber.
Paparan pada aset yang berkontak langsung dengan publik dapat menyebabkan
potensi dan peluang menjadi korban serangan, dibanding serangan yang sengaja
ditargetkan.
Palo Alto Networks menganalisis sejumlah besar data berukuran hingga beberapa
petabyte tentang paparan yang dapat diakses internet di 250 organisasi di
seluruh dunia, antara tahun 2022 s.d. 2023.
Laporan Unit 42 Attack Surface
Threat Report 2023 mengungkapkan bahwa penjahat dunia maya mengeksploitasi
sejumlah kerentanan baru dalam beberapa jam setelah diumumkan ke publik.
Ditemukan juga fakta bahwa sejumlah organisasi turut merasa kesulitan untuk
menghalau potensi serangan yang muncul dengan kecepatan dan skala yang tepat,
demi memerangi otomatisasi pelaku ancaman.
Sebagian besar risiko ancaman keamanan yang ditemukan di lingkup layanan cloud
mencapai 80%, berbanding jauh dengan ancaman yang terjadi di lingkup on-premise
(hanya sebesar 19%).
Infrastruktur IT berbasis cloud selalu terus berkembang, mengalami tingkat
perubahan lebih dari 20% pada setiap industri, setiap bulannya.
Bagi sebagian besar organisasi, terdapat lebih dari 45% ancaman berisiko tinggi
berbasis cloud setiap bulannya, yang disebabkan oleh adanya perubahan
terus-menerus pada layanan berbasis cloud yang baru beroperasi secara online
dan perubahan pada model layanan lama.
Lebih dari 75% paparan ancaman terhadap infrastruktur sofrware development yang
dapat diakses oleh umum ditemukan di cloud.
Penyerang modern memiliki kemampuan untuk memindai seluruh ruang lingkup area
alamat IPv4 (berisi lebih dari 4 miliar alamat IP) untuk menemukan target yang
rentan dalam hitungan menit.
Dari 30 Kerentanan dan Ancaman Umum (Common Vulnerabilities and Exposrues /
CVE) yang dianalisis, tiga di antaranya berhasil ditembus dalam waktu beberapa
jam setelah diekspos ke publik, dan sebanyak 63% berhasil ditembus dalam waktu
12 minggu (sekitar 3 bulan) setelah dipublikasikan.
Lebih dari 85% organisasi yang kami survei memiliki alat Remote Desktop
Protocol (RDP) yang terhubung dengan internet setidaknya selama 25% dalam
sebulan. Delapan dari sembilan industri yang disurvei oleh Unit 42 memiliki RDP
yang dapat diakses melalui internet yang rawan terhadap serangan brute-force
selama setidaknya 25% dalam sebulan.
Rata-rata industri jasa keuangan dan organisasi pemerintahan pusat maupun
daerah memiliki ancaman RDP di sepanjang bulan.
Dalam hal potensi kemungkinan terhadap ancaman, infrastruktur IT, keamanan, dan
jaringan industri manufaktur menempati peringkat pertama (48%), yang dapat
mengakibatkan risiko penurunan produksi dan pendapatan. Lembaga keuangan paling
rentan terpapar melalui layanan file-sharing (38%).
Bagi pemerintah pusat, sistem manajemen file-sharing dan pusat penyimpanan data
yang tidak aman merupakan salah satu risiko ancaman serangan permukaan yang
paling signifikan. Metode ini menyumbang lebih dari 46% dari seluruh risiko
ancaman yang ada pada organisasi pemerintah pusat pada umumnya.
Di organisasi kesehatan, sekitar 56% dari ekosistem pengembangan yang terpapar
ke publik sering kali tidak terkonfigurasi dengan baik dan rawan mengalami
serangan.
Sedangkan untuk sektor utilitas dan energi, pusat kendali infrastruktur IT yang
terhubung dengan internet menyumbang 47% dari total ancaman paparan.
Berdasarkan laporan dan data yang disebutkan di atas, Palo Alto Networks
menganjurkan sejumlah rekomendasi bagi pemain industri, antara lain:
Pertama, memperoleh visibilitas menyeluruh pada seluruh aset: Menjamin
pemahaman yang mendalam dan real-time terhadap seluruh aset yang dapat diakses
melalui internet, termasuk sistem dan layanan berbasis cloud.
Kedua, mengutamakan pemulihan: Memfokuskan perhatian pada pemulihan kerentanan
dan ancaman kerentanan yang paling kritis berdasarkan CVSS (Sistem Penilaian
Kerentanan Umum) dan EPSS (Sistem Penilaian Prediksi Serangan).
Ketiga, mengamankan layanan akses jarak jauh: Menerapkan autentikasi
multifaktor (MFA) serta memantau seluruh layanan akses jarak jauh untuk
mengetahui pertanda keberadaan akses yang tidak sah atau serangan brute force.
Keempat, mengatasi kesalahan konfigurasi cloud: Meninjau dan melakukan
pembaruan secara berkala terhadap miskonfigurasi cloud yang tak terhindarkan
untuk memastikan hal tersebut telah selaras dengan praktik keamanan terbaik.
Sumber
:
https://www.cloudcomputing.id/berita/palo-alto-paparkan-serangan-siber-targetkan-cloud
|